tebuireng.co– Seharusnya kita harus menyadari bahwa yang menjadi makhluk Allah itu bukanlah hanya kita saja. Bukan hanya manusia saja. Sangat banyak perbandingan antara manusia dan non manusia. Sehingga andai, seluruh umat di dunia ini kafir, sesat, musyrik, maka Tuhan sama sekali tidak kecewa. Karena masih banyak hambanya yang setiap detik dan setiap saat bersujud kepada-Nya secara totalitas.
Jika dilihat dari peta teritorial, maka manusia hanya menempati di planet bumi saja. Di mana kita paham bahwa perbandingan planet bumi dengan planet yang lain di jagad raya ini sangat tidak ada nol koma sekian-sekian. Barangkali jagad raya itu diibaratkan satu desa maka bumi kita mungkin sebesar kacang ijo. Jika bumi se-kacang ijo lalu benua Asia seberapa? Lalu Indonesia seberapa? Jawa seberapa? Jawa Timur seberapa? Terus pribadi kita? Itu terlalu kecil di hadapan Tuhan.
Namun meski sedemikian kecil prosentasenya tetapi Tuhan sangat perhatian terhadap manusia. Manusialah yang diberi tatanan hidup yang sangat lengkap dengan berbagai kitab suci yang turun dahulu kala yang kemudian disempurnakan dengan kitab suci Al-Qur’an, bacaan sungguhan. Hanya saja kehidupan kita ini utamanya bangsa Indonesia ini menurut penelitian liberalistik kebebasan ternyata Indonesia adalah negara paling liberal, paling bebas. Bukan berarti tidak aturan bukan. Paling liberal di dunia. Entah ini benar atau tidak namun penelitian seperti itu.
Baca juga: Kisah Kiai Djamaluddin Diganggu Jin
Di Amerika saja yang sudah sedemikian demokrasi itu materi persidangan tidak boleh diinformasikan ke publik. Materi persidangan hanya untuk persidangan bukan untuk konsumsi publik. Tetapi di sini tidak, semua diaduk-aduk. Singapura tetangga kia itu semua pers harus bersifat membangun. Tidak boleh menghabisi kebijakan-kebijakan mapan yang bermasalah. Tetapi kalau kita, maunya negara bagus. Tetapi sering dibejati sendiri dan masing-masing merasa memiliki kekuasaan sendiri-sendiri. Memiliki hak mengatur, merusak. Dan ini harus disadari bahwa, negara ini tidak boleh dikecam sebagai negaranya Thaguth, negaranya Dajjal. Tetapi Negara ini adalah dibangun oleh para kiai-kiai yang sangat memahami keislaman dan humanistik yang sangat tinggi. Bebas tetapi teratur. Teratur tetapi bebas.
Karena itu memproyeksikan sebuah kebaikan harus memakai aturan terlebih dahulu. Kemudian nanti secara perlahan-lahan untuk menuju sebuah kedemokrasian. Itu yang dilakukan oleh negara-negara maju di dunia. Kecuali Indonesia yang khawariqul addah. Untuk itu, mohon maaf kebebabasan berfikir, kebebasan seseorang menjadi total. Saya tidak bicara tentang ke-“matro”-an negara ini, melainkan tentang merujuk pada speed ruang dan waktu khusus; tradisi ke-pesantrenan saja.
Dahulu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari itu memberikan izin santri seniornya untuk membaca kitab tetapi dalam control. Ada pertanyaan, bolehkan membaca kitab yang aneh-aneh, yang mempunyai banyak keterangan-keterangan palsu? Jawabannya boleh asal jujur. Kalau tidak, oleh Kiai Hasyim tidak boleh. Bolehkah kita menyampaikan hadits maudhu’ atau palsu? Boleh! Tetapi harus jujur, diinformasikan bahwa ini maudhu’. Itulah gagasan-gagasan yang sangat mengatur dan demi tersebarnya informasi secara objektif serta mudah diterima tidak menyesatkan masyarakat.
Tetapi dengan kebebasan ini boleh saja orang-orang mengaku sebagai wali, memiliki pengalaman spiritual. Meskipun itu sulit untuk dibuktikan hanya klaim atau pengetahuan sendiri saja. Apalagi orang yang latar belakang kehidupannya agak stres, kemudian ingin mulia, ingin kemegus (ingin dipanggil Gus), dibilang kewali-walian. Itu paling enak berlindung di kurikulum metafisik, yang alam-alam ghaib, alam kuburan. Karena tidak bisa dibuktikan. Tidak akan mau masuk ke dunia ilmu atau dunia teknologi yang benar-benar bisa dibuktikan, seperti 1+1=2.
Maka jangan heran, dalam alam yang tidak ada seorang Syaikh yang mengontrol seperi ini mungkin saja orang mengaku tamannya Nabi Khidir, bisa memanggil Nabi Khidir di sana, pernah ke Makkah, pernah menginjak-injak atas Ka’bah, bisa saja. Kalau dahulu ada seperti ini dan terdengar oleh Kiai Hasyim maka akan diponggok (dijorokkan) itu. Di salah satu kitab beliau (Al-Tibyan) ada kisah orang yang mengurung diri, merasa melihat kepala orang lain seperti kepala babi, anjing, bisa shalat di Makkah dan lain-lain. Kemudian dihampiri oleh Kiai Hasyim dan diingatkan.
Memang Allah itu (يختص برحمته من يشاء), Allah bisa mengangkat derajat siapapun. Tetapi orang yang merasa memiliki kelebihan itu memiliki akhlak, etika agar tidak terjerumus pada kesesatan. Ayat yang saya baca di atas adalah surat Yasin. Setan itu menyesatkan banyak orang dengan berbagai macam cara. Ayat ini lanjutan dari ayat (وعن اعبدوني هذا صراط مستقيم). Agar seseorang tidak berpaling dari Allah, hendaknya ibadah kepada Allah yang murni saja.
وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلاًّ كَثِيْرًا أَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ
Menurut tafsir, setan dalam menggoda manusia itu membentuk departemen-departemen persetanan. Menurut sebagian keterangan departemen persetanan ada 13. Ada yang mengoda bagi yang menunut ilmu, beribadah semua pula ada nama-namanya. Kemudian di-breakdown oleh al-Qurtuby menjadi 27. Saya teringat ada departemen yang namanya Nasuth, ia menggoda orang-orang yang mewalikan diri. Dia dibisiki lalu gumede, unggul. Mungkin pernah diperlihatkan Ka’bah, dan sebagainya, tetapi itu tayangan setan. Mungkin diperlihatkan nabi-nabi yang sudah wafat.
Bagi orang yang tidak berilmu, agak sombong, yang latar belakangnya agak-agak setres, ia menganggap bahwa dirinya sudah dibuka oleh Allah Swt. Merasa berteman dengan Nabi Khadir, bisa berkata-kata dengan Nabi Muhammad, tidak pernah haji tetapi sok berpengalaman di Arofah. Dan cirinya orang yang tertipu dengan departemen setan Nasuth ini adalah sum’ah. Yaitu membicarakan tentang kelebihan dirinya sendiri, padahal tidak tanya. Tujuannya agar dirinya terangkat dianggap waliyullah.
Menurut Imam al-Qusyairi, dalam risalah Qusyairiyah cirinya ya gedabrus. Jangan berperasangka buruk terlebih dahulu kalau tidak percaya baca kitabnya, yang bicara bukan saya. Agar orang tidak mudah tertipu. Karena dunia sufistik tidak sama dengan dunia metafisika. Kalau orang itu sufi memang pembicaraannya selalu kepada Allah tetapi menurut Syaikh ‘Athoillah adalah dafnul wujud. Silahkan baca di kitab Hikam. Orang-orang sufi memiliki koneksitas yang tingi kepada Allah, fadl atau keutamaannya banyak tetapi cirinya. Dan inilah yang dipegang oleh Kiai Hasyim dan Gus Dur; (اِدْفَنْ وُجُوْدَكَ فِي أَرْضِ الخُمُوْلِ) dalam kitab al-Hikam yang dulu dipelajari di pesantren ini. Dan Kiai Hasyim sangat konsen terhadap kitab ini.
Karena itu dalam Al-Quran ada kisah menarik antara kesaktian Nabiyullah Musa dan Nabiyullah Khadir, Alayhimasshalatu wassalam. Bagi orang yang mempunyai ilmu yang diangkat sebagai nubuwah tidak boleh sombong merasa satu-satunya dirinya sebagai utusan Allah. Tidak boleh karena diatas langit ada langit. Lalu diketemukan dengan abdan min ibadinaNabiyullah Khadir. Tetapi ingat seukuran Nabi Musa yang memiliki kitab Taurat, tangannya sakti bisa mematikan lawan hanya dengan satu hentakan, ingin menyentuh wilayahnya Nabi Khadir itu sangat sengsara. Diuji berkali-kali.
Begitu bertemu dengan Nabi Khadir itu pun dites tiga kali tidak lulus. Yang disampaikan Nabi Khadir itu bukan ilmu sufistik tetapi ”irfaniyah”. Bagaimana irfaniyah itu mengaku-ngaku, atau memang benar. Coba kita renungkan sejenak. Nabi Khadir membuat dek perahu dilubangi dibocori, ini menyalahi syariat. Tetapi ternyata terbukti, ada bajak laut yang hendak merampas akhirnya tidak bersedia merampas karena melihat perahu rusak. Ini ifraniyah-nya terbukti. Pagar rubuh dibalikkan lagi karena kata Nabi Khadir di bawah pagar tesebut sekian meter ada harta anak yatim yang besok digunakan untuk bekal menuntut ilmu. Ternyata terbukti betul. Itu irfaniyah yang menyentuh haqiqat. Bukan sekedar mengaku-aku.
Karena itu orang yang mengaku dirinya bertemu Nabi Khadir bisa diuji. Bila perlu saya yang menguji! Di situ ada silabi, kriterianya. Dan orang-orang sufi sudah menulis itu semua. Agar orang tidak tersesat. Inilah salah satu tafsir ayat yang saya baca di atas. Banyak sekali orang yang tersesat meskipun memakai sorban peci putih banyak yang disesatkan oleh iblis.
Saking halusnya sampai Al-Qur’an memberi peringatan “afalam takunu ta’qilun”. Coba kalian berfikir sejenak jangan emosi terlebih dulu. Karena itu, terakhir dalam khutbah ini kita ini siang-siang sedang ibadah sebenarnya lebih enak istirahat karena mengantuk tetapi agar tidak berkurang pahala ibadah kita tolong sejak dari rumah ibadah itu ada. Jangan banyak bicara, jagan memegang-megang hp. Kalau niat ibadah ya tinggalkan itu semua. Dari rumah murni niat ibadah khusyu’. Masak diam sejenak saja tidak bisa? Tidak sepatutnya dalam jumaatan mengoperasikan Hp. Itulah tanda-tanda orang yang terkena godaan setan. Mari diperbaiki, kami juga banyak sekali kekurangannya, belajar belajar dan belajar. Mudah mudahan kita tidak tertipu, bersih. Terhindar dari segala godaan setan.
Oleh: Dr. KH. A Musta’in Syafi’ie M.Ag, Mufassir, Mudir Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang