tebuireng.co – Benarkah Perempuan Haid Haram Wudu? Adalah pertanyaan yang sering diajukan saat perempuan haid.
Hukum wudu bagi perempuan haid masih saja seringkali terjadi kesalahpahaman pada masyarakat terutama kaum muslimah, tentunya hukum ini sangat penting untuk diketahui karena juga berkaitan dengan ibadah.
Banyak perselisihan pendapat dalam menghukumi persoalan tersebut. Sehingga menimbulkan kerancuan pendapat.
Wudu sendiri diartikan sebagai syarat sah dan wajib dalam melaksanakan ibadah salat. Lantas bagaimana hukum wudu bagi perempuan yang sedang mengalami haid?
Dalam hal ini Ulama Syafiiyah dan Hanabilah sepakat melarang (haram) perempuan melakukan thaharah (bersuci) baik melalui mandi besar maupun wudu ketika masih haid.
Dikarenakan hal tersebut merupakan pekerjaan sia-sia dan tidak menghalangi keabsahan thaharah itu sendiri.
Menurut Wahbah Az-Zuhaily, perempuan yang sedang haid atau nifas tidak wajib (tidak dianggap) baginya untuk melaksanakan wudu. Apabila ia tetap melakukannya maka wudu tersebut dihukumi tidak sah atau dianggap sebagai formalitas saja.
Larangan ini juga ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab syarah Sahih Muslim, (3/218).
أما أصحابنا فإنهم متفقون على أنه لا يستحب الوضوء للحائض والنفساء لأن الوضوء لا يؤثر في
. حدثهما فإن كانت الحائض قد انقطعت حيضتها صارت كالجنب
“Para ulama mazhab kami (Syafi’iyah) sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haid atau nifas untuk berwudu (sebelum tidur) karena wudunya tidak berdampak pada statusnya, karena ketika darah haidnya sudah berhenti (sedangkan dia belum mandi suci), hukumnya seperti orang junub.
Dalam hadis ini perempuan haid diperbolehkan berwudu dengan syarat darah haidnya tidak mengalir (terputus) sebab disamakan dengan hukum orang junub yaitu sunah berwudu.
Baca Juga: Hal Unik dari Haid
Selaras dengan hadis ini, Buya Yahya dalam dakwahnya di akun youtobe Al-Bahjah TV, berpendapat bahwa perempuan haid dengan orang junub sangat berbeda serta tidak dapat disamakan di antara keduanya.
“Perempuan haid jelas tidak disunnahkan berwudu bahkan mayoritas ulama menghukumi haram wudunya perempuan haid. Disebabkan ia sedang berhadas (darah terus mengalir). Berbeda dengan junub yang mana disunahkan melakukan wudu, akan tetapi status hukum perempuan haid akan sama dengan orang junub bila mana darah yang ia keluarkan telah berhenti,” ujarnya.
Adapun alasan hukum orang junub disunnahkan wudu mengacu pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari istri Rasulullah yakni Aisyah ra, ia berkata:
“Nabi Muhammad SAW biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur, nabi juga mencuci kemaluannya kemudian berwudu sebagaimana wudu dalam salat”.
Dalam riwayat Imam Muslim, Aisyah juga pernah ditanya oleh Abdullah bin Abu Qois Radhiyallahu anhu saat keadaan junub.
“Apakah Rasulullah mandi sebelum atau sesudah tidur? Aisyah menjawab: nabi pernah melakukan hal tersebut, terkadang mandi kemudian tidur ataupun wudu terlebih dahulu sebelum tidur”.
Dari penjelasan di atas maka pertanyaan benarkah perempuan haid haram wudu bisa dijawab.
Jawabannya wudunya seorang perempuan yang sedang haid tidak sah dan tidak diperbolehkan kecuali darah tersebut terhenti dan status hukumnya disamakan dengan junub yaitu sunah dan tidak sampai kepada wajib.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-maidah ayat 6 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Penulis: Syofiatul Hasanah