Sikap peduli dan tolong-menolong menjadi salah satu ajaran dalam Islam. Sebagaimana firman Allah Swt: “Dan tolong-menolong lah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan… [QS. 5:2]” Namun, kisah seorang wanita Bani Alawi dan seorang majusi berikut ini kiranya bisa kita renungkan. Bahwa sikap peduli dan tolong-menolong bisa dilakukan oleh siapa saja bahkan seorang majusi atau penyembah api sekalipun.
Kisah ini terjadi di daerah Balkha hidup seorang keturunan Bani Alawi (Alawiyyin) nasabnya sambung kepada Sayyidina Ali, yang kemudian bersambung sampai Nabi Muhammad Saw. Dia memiliki seorang isteri yang juga Bani Alawi dan memiliki beberapa puteri. Mereka hidup tentram dan berkecukupan di sana.
Namun suatu ketika, sang suami yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia. Semenjak kematian sang suami, kehidupan wanita Alawiyah bersama puteri-puterinya makin hari makin terpuruk sampai akhirnya jatuh miskin. Karena merasa khawatir mendapat gangguan di daerah itu, akhirnya mereka keluar dari tempat tinggal mereka dan berniat mengungsi ke tempat lain.
Pada musim dingin mereka pergi secara sembunyi-sembunyi meninggalkan kampung itu, tak seorangpun mengetahui kepergian mereka. Sesampainya di sebuah desa, sang ibu menempatkan anak-anaknya di sebuah masjid, sementara ia berkeliling mencari sesuap nasi untuk makan anak-anaknya. Di tengah pencariannya ia bertemu dua orang, yang pertama orang muslim guru besar di desa itu. Sedangkan yang kedua adalah seorang majusi, seorang saudagar di desa itu.
Wanita Alawiyah itu kemudian menghampiri Syekh muslim tadi, dan menjelaskan keadaan dan nasib yang ia derita.
“Saya adalah seorang perempuan Alawiyah. Saya bersama puteri-puteri saya yang masih yatim. Mereka saya tempatkan di sebuah masjid, dan malam ini saya ingin memberi mereka sesuap nasi.”
Syekh itu berkata: “Berikan bukti, bahwa engkau benar-benar syarifah alawiyah keturunan Rasulullah!”
Perempuan Alawiyah itu menjawab “Saya adalah wanita asing di sini; tidak ada yang mengenalku di desa ini.”
Mendengar jawabannya, Syekh itu pergi begitu saja meninggalkan wanita syarifah itu. Wanita itupun pergi dengan berat hati.
Setelah itu ia berkeliling lagi dan bertemu seorang majusi saudagar kaya di desa itu. Ia lalu menjelaskan keadaan yang dialaminya. Ia juga menyampaikan bahwa ia mempunyai beberapa puteri yatim yang ia tinggalkan di sebuah masjid, dan bahwa ia adalah seorang Alawiyah yang sedang merantau. Ia juga menceritakan pertemuanya dengan Syekh tadi.
Di luar dugaan, ternyata orang majusi ini terenyuh mendengar cerita wanita Alawiyah, dan merasa terpanggil untuk memberikan pertolongan. Ia kemudian meminta isterinya untuk menjemput puteri-puteri wanita itu yang berada di masjid, untuk kemudian mempersilakan mereka menginap di rumahnya.
Sesampainya di sana, orang majusi ini memberikan makanan-makanan paling nikmat yang ia miliki, dan memberikan mereka semua pakaian layak. Merekapun bermalam di sana dan meresa dihargai dan dimuliakan oleh orang majusi itu.
Ketika tiba pertengahan malam, Syekh muslim bermimpi seakan-akan kiamat telah tiba. Dia melihat Nabi Muhammad saw, mengikatkan bendera. Seketika ia melihat sebuah gedung yang terbuat dari zamrud hijau, sedangkan bagian atasnya terbuat dari intan dan yakut. Gedung itu juga mempunyai kubah dari intan dan marjan.
Syekh tadi kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, milik siapakah gedung ini?”
Nabi Muhammad menjawab: “ Untuk seorang muslim yang mengesakan Allah”
Syekh berkata lagi: “Wahai Rasul, saya adalah seorang muslim yang mengesakan Allah!”
Rasul menimpali: “ Berikan satu bukti bahwa engkau adalah seorang muslim yang mengesakan Allah!”
Mendengar permintaan Rasulullah saw, Syekh tadi menjadi bingung. Rasulullah saw melanjutkan: “Ketika seorang wanita Alawiyah datang kepadamu, kamu bertanya, ‘berikan bukti kepadaku bahwa engkau adalah seorang Alawiyah’ Maka sekarang berikan bukti kepadaku bahwa engkau adalah seorang muslim yang mengesakan Allah.”
Syekh tadi kemudian terbangun dari tidurnya dengan perasaan menyesal karena telah mengabaikan dan membiarkan perempuan tadi pergi tanpa ada pertolongan darinya. Ia kemudian pergi mencari perempuan itu mengelilingi desa. Dia bertanya kesana-kemari, sampai akhirnya ada yang memberitahukan kepadanya bahwa wanita itu berada di rumah orang majusi.
Syekh itupun mendatangi rumah si majusi, dan berkata: “Aku ingin membawa Syarifah Alawiyah ini dan juga anak-anaknya.”
Orang majusi menjawab : “Itu tidak mungkin terjadi. Mereka telah memberi keberkahan kepadaku dan keluargaku yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.”
Syekh itu terus menekan si majusi: “ Ambillah seribu dirham dariku, dan biarkan mereka bersamaku!”
Namun si majusi tetap bertahan dengan prinsipnya: “Saya tidak mungkin melakukannya.”
Syekh semakin menekan: “Kamu harus melakukannya!”
Akhirnya si majusi berkata: “Aku lebih berhak mendapatkan apa yang engkau inginkan. Dan sebuah gedung yang engkau lihat di mimpimu, memang diciptakan untukku. Apakah kamu akan menyuruhku masuk Islam? Demi Allah, sebelum kami tidur tadi malam, kami telah menyatakan masuk Islam di hadapan Syarifah Alawiyah ini. Dan aku telah melihat mimpi seperti yang kamu lihat. Rasulullah saw bertanya kepadaku, ‘Apakah perempuan Alawiyah dan puteri-puterinya bersamamu?’ Aku menjawab ‘Ya wahai Rasulullah.’ ‘Gedung itu untukmu dan keluargamu, dan kalian adalah ahli surga. Allah telah mentakdirkan dirimu sebegai orang yang beriman sejak zaman azali.”
Syekh itu kemudian pergi dengan langkah gontai, di dalam hatinya tersimpan seribu penyesalan.
SUMBER: disarikan dari al-Kaba’ir karya Imam Adz-Dzahabi