Oleh : Dr. Jasminto, Mpd.
Belajar Kepada KH. Salahuddin Wahid – Sudah satu tahun kepergian Gus Sholah, kenangan yang singkat, karena sebagai santri biasa, interaksi intens hanya bisa di bilang hanya dengan hitungan jari. Sedikit sekali jika perbandingannya dengan para santri lain yang berkesempatan menemani kegiatan dan aktivitas beliau.
Selepas Bapak KH. Luqman Hakim Seblak kapundut 11/7/2010, hal yang paling terasa adalah sosok yang membangunkan sholat subuh kemudian memberi catatan tugas harian, mingguan dan bulanan tidak ada lagi.
Tiba-tiba di tahun 2017 sosok itu hadir lagi pada KH Salahuddin Wahid, tak jarang selepas subuh tugas menulis, menganalisa berita, membuat catatan singkat tugas itu menghampiri.
Jika ada panggilan ke ndalem, pertemuan kami pun sangat singkat, Gus Sholah hanya bilang: “selesaikan itu dulu baru, berdiskusi dengan saya” namun setelah tugas dari Gus Sholah selesai, beliau berkata lagi: “tambah ini ya, baru nanti berdiskusi”.
Ilmu Dari Gus Sholah
Sekarang baru saya pahami bahwa semangat belajar itu yang hendak Gus Sholah ajarkan dengan penuh kesungguhan. Dari sekian banyak santri yang mendapat kesempatan belajar langsung ke beliau mungkin saya yang tidak berkesempatan belajar “ilmu politik” karena ketika beliau memanggil bersamaan dengan pertemuan-pertemuan ngaji politik saya hanya disalami tempel terus beliau mempersilakan pulang, saya buka amplop itu berisi lembaran uang dan kertas kecil dengan daftar buku dan pesan “baca tuntas ya”.
Membaca, itu intinya. KH. Salahuddin Wahid berkata bahwa membaca adalah sebuah tradisi dari kakek, ayah dan saudara beliau, tradisi Tebuireng, tradisi NU, tradisi santri.
Alhamdulillah sebagai pemuda desa yang bodoh dan kuper ini kami, masih saja beliau mau memberikan kesempatan untuk mendapatkan bimbingan langsung beliau, ini semua menunjukkan bahwa beliau tidak memandang siapa dan darimana santrinya berasal, cuman gelisah saja kalau santrinya ndak nyambung jika berdiskusi hingga harus menjalani tugas belajar. hehehehe
Terimakasih wahai Kyai Salahuddin Wahid atas kesempatan belajar yang Panjenengan berikan, seperti yang sering engkau sampaikan: “kenapa kita baru ketemu sekarang ya? padahal tempat aktivitas kita dekat” kata itu pula yang terakhir engkau pesankan kami dan teman-teman:”meski terlambat kita harus memulai”.
Al-Fatihah…