tebuireng.co – BBM naik lagi, Presiden Joko Widodo secara resmi telah menaikkan harga BBM dengan cara mengurangi subsidi Pertalite dan Solar pada 3 September lalu. Kontroversi mengenai kenaikan harga BBM tersebut, hingga kini masih belum reda dibicarakan.
Bahkan, sementara ini, banyak kalangan masyarakat yang menolak keputusan tersebut. Sebab, kenaikan harga BBM itu, dinilai dapat mendongkrak inflasi dan meningkatkan kemiskinan.
Keputusan kenaikan harga BBM itu sendiri muncul akibat kenaikan harga minyak mentah dunia yang cukup drastis. Namun, kebijakan menaikkan harga BBM tersebut tak cukup untuk mencegah pembengkakan anggaran subsidi kompensasi energi pemerintah.
Hal tersebut dapat dilihat dari fluktuasi subsidi dan kompensasi energi fosil yang terus mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, pada proyeksi akhir tahun 2022, anggaran subsidi ini akan membengkak hingga Rp 640 triliun.
Pembengkakan biaya untuk energi fosil, baik BBM, listrik, maupun LPG, mesti menjadi cambukan agar dapat memperbaiki pengelolaan keuangan serta penerapan strategi alternatif yang berkelanjutan dan tidak menyengsarakan masyarakat.
Menilik Pengelolaan Keuangan Masa Nabi Muhammad
Berbicara mengenai pengelolaan keuangan, tak ada salahnya kita menilik kembali bagaimana pengelolaan keuangan publik masa Rasulullah dalam perspektif historis. Tentu saja sarana kehidupan yang semakin kompleks ini akan memunculkan problem yang berbeda dari zaman Rasul.
Namun, setidaknya komprehensifnya Islam dapat menjawab persoalan pengelolaan keuangan tersebut. Meski masih dalam bentuk yang sangat sederhana, pengelolaan keuangan publik masa Rasulullah ini dianggap mampu menginspirasi para pemimpin muslim sesudahnya.
Keuangan masa Rasulullah pun masih sangat terbatas, akan tetapi sedikitnya kas negara tersebut bukan berarti negara dalam keadaan defisit anggaran. Hal itu terjadi karena Rasulullah tidak pernah menyimpan harta sedikitpun dalam kurun waktu yang singkat sekalipun.
Harta negara yang tersedia secara langsung dialokasikan sesuai dengan peruntukannya. Dalam sebuah riwayat Imam Tirmidzi diceritakan:
Dari Abyadh bin Hamal, sesungguhnya ia bermaksud meminta tambang garam kepada Rasulullah. Maka, Rasulullah pun memberikannya. Kemudian, setelah diberikan, berkatalah seseorang dalam majlis itu,
“Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan tambang laksana air yang terus mengalir.” Akhirnya Rasul pun bersabda, “kalua begitu, tarik kembali.”
Hal tersebut berarti bahwa tambang yang depositnya melimpah itu menjadi tanggungjawab negara mengelolanya untuk kemudian digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran warga negara.
Adapun pendapatan negara di masa Rasulullah telah ditentukan pos-pos pengeluarannya. Di antaranya adalah sebagai berikut.
- Kebutuhan vital masyarakat, seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan
- Kebutuhan pokok individu, seperti sandang, pangan, dan papan
- Keperluan jihad dan dakwah
- Gaji pegawai negara
- Kemaslahatan masyrakat, seperti pembangunan jalan, jembatan, pengairan, penyediaan listrik, dan sebagainya
Dalam riwayat lain, sebagaimana masyhur dalam hadis Shubroh At-Tha’am, dalam menjaga stabilitas pasar, Rasulullah turun langsung ke pasar-pasar. Sehingga dalam suatu kesempatan, beliau mendapati seorang pedagang gandum yang berlaku curang yang menyembunyikan gandum basah di bawah gandum kering.
Di sisi lain, Rasulullah pun menolak ketika diminta mematok harga (tas’ir) seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad.
‘Dari Anas bin Malik r.a berkata: pada masa Rasulullah di Madinah, pernah terjadi lonjakan harga, manusia berkata: “Wahai Rasulullah, harga-harga pada melonjak, maka patoklah haraga-harga itu untuk kami.”
Rasulullah pun menjawab, “Sesungguhnya Allah-lah Dzat yang maha menetapkan harga, yang mencengkeram dan memaksa dan maha memberi rezeki. Dan aku tidak berharap kelak ketika menghadap Allah sementara ada seseorang menuntutku karena suatu kedzoliman yang telah aku lakukan kepadanya baik dalam urusan darah ataupun harta.
Hal itu mengisyaratkan bahwa Rasulullah tidak menghendaki adanya kedzoliman dalam perkara pengelolaan keuangan publik. Oleh karena itu, beliau sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan yang menyangkut kemaslahatan umatnya.
Sementara itu, dalam bidang pendidikan, kekayaan Daulah Islam digunakan pada lembaga pendidikan yang menyatu dengan masjid di mana Rasulullah mengajar para sahabatnya, seperti Abu Dzar, Abu Hurairah, Salman Al-Farisi, dan lain-lain. Bahkan, biaya hidup mereka pun dijamin oleh Baitul Maal.
Demikian kisah pengelolaah keuangan masa Rasulullah yang bisa menjadi teladan bagi kita semua dalam perkara tersebut.
Wallahua’lam
Oleh: Dinnatul Lailiyah