tebuireng.co – Atlet berhijab di Olimpiade menjadi daya tarik sendiri. Sejak Olimpiade London 2012, perempuan berhijab semakin banyak di pertandingan olahraga Internasional. Hal ini semakin ramai setelah Arab Saudi, Brunei Darussalam dan Qatar mengirim atlet perempuan pertama kali Olimpiade London 2012.
Arab Saudi adalah satu dari tiga negara, bersama Brunei Darussalam dan Qatar, yang tak pernah mengirim atlet perempuan ke Olimpiade. Namun, Brunei dan Qatar mengonfirmasi kedua negara tersebut akan menyertakan perempuan pada Olimpiade London 2012.
Perempuan pertama atlet Olimpiade dari Arab Saudi ini hadir dalam acara pembukaan Olimpiade London pada Jumat (27/7/2012). Mereka tampil dengan mengenakan jilbab.
Atlet berhijab di Olimpiade London antara lain Rand al-Mashhadani (Irak) Panahan, Noor Amer al-Ameri (Irak) Menembak, Tahmina Kohistani (Afghanistani) Atletik, Azza Alqasmi (Bahrain) Menembak.
Nur Suryani Mohd Taibi (Malaysia) Menembak, Shinoona Salah al-Habsi (Oman) Atletik, Woroud Sawalha (Palestina) Atletik, Bahya Mansour al-Hamad (Qatar) Menembak dan Aia Mohamed (Qatar) Tenis Meja.
Atlet Arab Saudi yang berhijab antara lain Wojdan Ali Seraj Abdulrahim Shaherkani di Judo dan Sarah Attar di lari 800 meter. Pelari cepat berhijab bernama Kariman dari Arab Saudi berlaga di nomor 100 meter. Penampilannya mencuri perhatian pada ajang Olimpiade 2016 lalu. Meski hanya berhasil menempati urutan ke delapan, Kariman mendapat begitu banyak apresiasi dari para hadirin yang menyaksikan langsung di stadion.
Khusus di cabor Judo ini menimbulkan polemik besar. Peraturan larangan memakai hijab di atas matras judo memang sudah jadi perbincangan hangat selama bertahun-tahun. Aturan itu sudah ditetapkan oleh International Judo Federation.
Pada aturan tersebut, tertulis bahwa atlet judo tidak boleh memakai penutup kepala saat bertanding, kecuali sesuatu yang bersifat medis. Namun, peraturan ini pernah dilanggar pada Olimpiade tahun 2012.
Adalah Wojdan Shaherkani, atlet asal Arab yang tampil memakai penutup kepala saat bertanding saat Olimpiade di Inggris tahun 2012. Dilansir dari The Washington Post, Shaherkani juga menjadi atlet wanita pertama yang diperbolehkan pemerintah Arab untuk bertanding di Olimpiade.
Awalnya, Shaherkani sempat tidak diizinkan untuk bertanding karena tidak boleh memakai apapun di kepalanya. Aturan ini disebut pihak penyelenggara Olimpiade berkaitan dengan keselamatan sang atlet. Namun, akhirnya perwakilan federasi Nicolas Messner memperbolehkan Shaherkani untuk tanding karena ingin membuat kolaborasi yang baik antara International Olympic Committee dan Arab Saudi.
Atlet Judoka Indonesia, Miftahul Jannah batal tanding di Asian Para Games 2018 karena kasus hijab. Ia didiskualifikasi karena menolak lepas hijab saat bertanding. Keputusannya ini pun langsung menimbulkan reaksi dari berbagai pihak.
Sara Ahmed, atlet berjibab lainya mencatat sejarah di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Dia menjadi atlet putri Mesir pertama yang meraih medali di cabang olahraga angkat besi. Sara sukses merebut medali perunggu. Hebatnya, saat itu dia baru berusia 18 tahun. Gadis kelahiran 1 Januari 1998 ini, juga menjadi atlet putri pertama dari Mesir yang naik podium Olimpiade dalam sejarah 104 tahun terakhir.
International Weightlifting Federation (Federasi Angkat Besi Internasional) mengubah peraturan pada 2011, untuk memudahkan wanita muslim yang berpakaian longgar. Sara Ahmed pun bisa berprestasi tanpa mengorbankan keyakinannya dalam berhijab.
Masih dari Mesir, ada Hedaya Wahba Malak di Olimpiade 2016. Malak tampil sebagai unggulan ketiga. Langkah Malak melaju mulus hingga babak semifinal. Pertarungan sengit melawan unggulan kedua asal Spanyol, Eva Calvo, tak terhindarkan. Keunggulan tipis Calvo membuat Malak gagal ke final.
Malak kemudian melakoni partai perebutan medali perunggu melawan Raheleh Asemani asal Belgia. Satu poin sudden death memastikan Malak membukukan medali perunggu.
Atlet berhijab lainnya adalah Ibtihaj Muhammad atlet anggar Muslim dari Amerika Serikat. Ibtihaj sempat menjadi sorotan setelah menjadi atlet perempuan Muslim pertama Amerika Serikat yang memakai hijab di ajang Olimpiade.
Hebatnya lagi, Ibtihaj Muhammad berhasil mempersembahkan medali perunggu saat membela negaranya di Olimpiade pada keikutsertaannya di Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil.
Ada juga, Maedeh Borhani, pemain timnas voli putri andalan Iran. Ia memulai debutnya bersama tim nasional ketika berusia 18 tahun. Borhani tercatat sebagai salah satu pemain dengan skor tertinggi di ajang kontinental. Hal ini membuat peluangnya untuk bermain di klub luar negeri semakin terbuka.
Jika melihat Olimpiade Tokyo 2020, atlet berhijab dari Indonesia ada Diananda Choirunisa. Ia menjadi satu-satunya atlet panahan putri Merah Putih yang tampil pada Olimpiade Tokyo 2020. Ia turun di nomor recurve perorangan putri dan beregu campuran. Diananda lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 setelah sukses merebut medali perak pada Asian Games 2018.
Selain perak Asian Games 2018, berbagai prestasi lain juga ditorehkan oleh atlet kelahiran Surabaya, 16 Maret 1997 ini. Pada SEA Games Kuala Lumpur 2017, Diananda berhasil membawa pulang dua medali emas dan satu medali perak. Medali emas Diananda diperoleh dari nomor recurve perorangan dan campuran, sedangakan medali perak dari beregu putri.
Olimpiade Tokyo 2020 juga mencetak sejarah baru di cabor bulutangkis. Dilansir dari Tehrantimes, federasi bulutangkis Iran telah memasukan atlet bernama Soraya Aghaei. Wanita berusia 25 tahun itu akan menjadi pebulutangkis berhijab pertama di ajang Olimpiade 2020.
Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) menyatakan pebulutangkis tunggal putri asal Finlandia, Airi Mikkela memutuskan untuk mundur. Menurut peringkat BWF, pemain Mesir yakni Hadia Hosny yang menggantikan Airi Mikkela di tunggal putri. Akan tetapi, Hadia Hosny telah memilih untuk berpartisipasi di ganda putri.
Kemudian, Iran akhirnya diberikan kuota untuk ambil bagian dan mereka memilih atlet bernama Soraya Aghaei. Dirinya menjadi satu-satunya wanita yang mewakili Iran di cabang olahraga bulutangkis Olimpiade Tokyo 2020.
Karena Soraya Aghaei mengenakan hijab, tentunya ini menjadi fenomena baru. Sebab, atlet berhijab di dunia bulutangkis jarang sekali ditemui bahkan belum pernah terlihat ketika bermain di ajang olahraga terbesar di dunia atau Olimpiade.
Selanjutnya di Olimpiade Tokyo ada atlet peraih mendali perungu cabor taekwondo pada Olimpiade Rio 2016, Kimia Alizadeh. Ia berpartisapasi dengan status pengungsi setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Jerman.
Kimia Alizadeh memutuskan hijrah ke Jerman tahun lalu setelah sempat menerima tawaran tinggal dari Belanda, Kanada, Belgia dan Bulgaria.Dia mengatakan alasan keluar dari Iran karena tak tahan dimanfaatkan sebagai alat propaganda negaranya.