tebuireng.co – Agama Terbaik menurut Dalai Lama ke-14 Tenzin Gyatso merupakan tulisan KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) di Pelita Hati yang berjudul agama terbaik. Gus Sholah banyak menulis dengan berbagai tema, khususnya isu keislamaan dan kebangsaan di berbagai media.
…
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan pluralisme agama yaitu pendapat yang menyatakan bahwa semua agama itu sama dan benar. Tentu semua agama benar menurut pandangan agama itu sendiri, tetapi tidak benar menurut pandangan agama lain, terutama dalam masalah teologi.
Banyak tokoh agama selain Islam juga menentang pendapat bahwa semua agama itu sama dan benar. MUI mendukung pluralisme sosial, yaitu sikap saling menghargai, saling menghormati antara satu agama dengan agama lain, antaretnis dan antarsuku.
Pemeluk agama yang berbeda itu tidak perlu saling menyalahkan ajaran agama mereka. Juga antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam satu agama yang berbeda penafsiran.
Perlu dikemukakan sebuah dialog menarik tentang agama terbaik antara Leonardo Boff (LB), seorang ahli dari kelompok the Theology of Freedom dari Brazil dengan Dalai Lama, pemimpin umat Buddha dan Tibet.
LB bertanya kepada Dalai Lama: Yang Mulia, apakah agama terbaik? LB menduga, bahwa Dalai Lama akan menjawab: Agama Buddha dari Tibet atau agama oriental lebih tua daripada agama Kristen.
Sambil tersenyum Dalai Lama menjawab: Agama terbaik adalah agama yang lebih mendekatkan Anda Tuhan, yaitu agama yang membuat anda menjadi orang yang lebih baik.
Sambil menutupi rasa malu karena punya dugaan tidak baik terhadap Dalai Lama, LB bertanya lagi: Apakah tanda agama yang membuat kita lebih baik?
Jawaban Dalai Lama: Agama apapun yang bisa membuat anda lebih welas asih, lebih berpikiran sehat, lebih obyektif dan adil, lebih menyayangi, lebih manusiawi, lebih punya rasa tanggung jawab dan lebih beretika. Agama yang bisa membuat anda punya kualitas tersebut di atas, adalah agama terbaik.
LB terdiam sejenak dan merasa terkagum-kagum terhadap jawaban Dalai Lama yang bijaksana dan tidak dapat dibantah. Selanjutnya Dalai Lama berkata: Tidak penting bagiku kawan, apa agamamu, tidak peduli anda beragama atau tidak.
Yang betul-betul penting bagi saya ialah perilaku anda di depan kawan-kawan anda, di depan keluarga, lingkungan kerja dan dunia.
Selanjutnya Dalai Lama mengatakan: Ingatlah bahwa universe (alam semesta) adalah echo dari perbuatan kita dan pikiran kita. Hukum aksi dan reaksi tidak secara eksklusif untuk masalah fisik. Itu juga untuk hubungan antarmanusia.
Jika saya bertindak baik, saya akan menimbulkan kebaikan. Jika berperilaku jahat, akan dibalas dengan kejahatan.
Akhirnya Dalai Lama berkata:
“Jagalah pikiranmu, karena mereka akan jadi perkataanmu. Jagalah perkataanmu, karena mereka akan jadi perbuatanmu. Jagalah perbuatanmu, karena mereka akan menjadi kebiasaanmu. Jagalah kebiasaanmu, karena mereka akan membentuk karaktermu. Jagalah karaktermu, karena mereka akan membentuk nasibmu dan nasibmu akan menjadi kehidupanmu. Tidak ada agama yang lebih tinggi daripada kebenaran”.
Kita menyadari bahwa agama di Indonesia belum mampu membuat kita menjadi orang yang sepenuhnya baik bagi masyarakat. Dialog itu perlu kita renungkan supaya kita bisa beragama dengan baik dan benar, supaya ibadah ke atas (hablum minallah) dapat kita refleksikan kepada perilaku kita ke sesama (hablum minan nas) dan alam. Yang tidak baik tentu bukan ajaran agama itu sendiri, tetapi persepsi umatnya terhadap agama itu.