Berdiri sejak 1899, Pondok Pesantren Tebuireng hingga saat ini telah melahirkan banyak alumni yang luar biasa, salah satunya KH Abdul Wahab Hasbullah. Lalu timbul pertanyaan, siapakah KH Abdul Wahab Hasbullah?
KH Abdul Wahab pernah mondok di Pesantren Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang. Wahab pernah berguru kepada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan, Madura. Dia juga pernah belajar di Pesantren Tebuireng Jombang yang diasuh oleh Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari.
Kiai Kholil Bangkalan menasihati Abdul Wahab Hasbullah untuk melanjutkan pelajarannya ke Pesantren Tebuireng yang mulai semakin masyhur, karena ketinggian ilmu kecakapan kiainya yang masih tergolong muda kala itu.
Namun, sebelum ke Pesantren Tebuireng, Abdul Wahab Hasbullah pergi ke Pesantren Branggahan Kediri selama 1 (satu) tahun untuk belajar Tafsir Qur’an, Teologi Islam, dan Tasawuf di bawah bimbingan Kiai Faqihuddin. Setelah itu barulah ia melanjutkan studinya di Pesantren Tebuireng.
Karena pengalamannya di berbagai pesantren dan pengetahuannya tentang berbagai cabang ilmu agama Islam yang cukup tinggi (dan kebetulan masih saudara sepupu KH Hasyim Asy’ari), maka KH Abdul Wahab Hasbullah ditunjuk sebagai lurah pondok dan anggota baru dalam kelompok musyawarah para ustadz senior, yang setelah belajar di berbagai pesantren (antara 10-20 tahun) dan memiliki pengalaman mengajar, dididik oleh KH Hasyim Asy’ari untuk menjadi kiai.
Kegiatan terpenting dalam kelompok musyawarah ini adalah mengikuti seminar-seminar yang membahas berbagai masalah atau soal-soal agama. Baik yang dipertanyakan oleh masyarakat maupun yang dilontarkan oleh kiai sebagai latihan dan bahan pemecahan masalah.
Baca Juga: Mbah Wahab Jago Diplomasi
Dari kelompok musyawarah yang dipimpin KH Hasyim Asy’ari ini, semua anggota kelompok tersebut tanpa kecuali akhirnya menjadi kiai-kiai masyhur di kemudian hari.
Di antara teman-teman Abdul Wahab Hasbullah dalam periode itu, misalnya Kiai Manaf Abdul Karim (Pendiri Pesantren Lirboyo, Kediri), Kiai Abbas Bantet (Pemimpin Pesantren Buntet, Cirebon), Kiai As’ad Syamsul Arifin (Pemimpin Pesantren Sukoharjo di Asembagus, Situbondo).
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa menyebutkan bahwa inisiator dan pendiri Nahdlatul Ulama KH A Wahab Hasbullah sebagai wali peradaban.
Pernyataan ini dirujukkan ke buku karya Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang berjudul Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Dalam buku Gus Yahya, saya sempat baca dan garis bawahi di halaman 52, Gus Yahya menyebut Mbah Wahab adalah wali peradaban kehidupan manusia yang terus berputar dan berubah,” katanya saat haul ke-51 KH A Wahab Hasbullah di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Sabtu (11/6/2022).
Ia menjelaskan, penyebutan KH A Wahab Hasbullah sebagai wali peradaban tidaklah berlebihan karena beliau punya peran besar dalam tatanan dunia baru, khususnya dunia Islam.
Di era Mbah Wahab, awalnya dunia penuh dengan peperangan, mulai perang dunia pertama, kedua, atau bahkan sebelumnya. Mbah Wahab karena tinggal di luar negeri maka sangat menyadari hal itu.
Lalu, dengan semangat besar Mbah Wahab mendirikan organisasi bernama Tashwirul Afkar, kemudian Nahdlatul Wathan, Nahdlatul Tujjar, sampai akhirnya membentuk Komite Hijaz dan Nahdlatul Ulama.
“Itu semua karena Mbah Wahab ingin membuat sebuah organisasi yang membawa misi peradaban, di mana dunia saat itu sedang kacau,” imbuhnya.
Kiai Zulfa menambahkan, cita-cita besar KH A Wahab Hasbullah yaitu ingin dunia ini hidup dalam tata kehidupan baru, harmonis, penuh penghargaan, penghormatan terhadap sesama manusia dalam kesetaraan. Sehingga pemikiran Mbah Wahab ini sangat luar biasa. Berpikir melampaui zamannya.
“Mbah Wahab sudah membaca perubahan ini, orang dunia tidak sampai kepikiran ke sana, tapi Mbah Wahab sudah sampai ke sana. Maka tidak berlebihan jika Mbah Wahab disebutkan wali peradaban atau mujadid peradaban,” tandas Kiai Zulfa.