Musibah yang kerap diartikan sebagai bentuk ujian merupakan sebuah keniscayaan yang pasti dialami semua makhluk-Nya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 155.
Sering kali, musibah ditafsirkan sebagai bentuk bencana, cobaan, atau kejadian yang menyedihkan. Padahal, dalam Al-Qur’an istilah ini memiliki makna yang lebih luas. Tidak semua musibah berarti hukuman ataupun sesuatu yang buruk. Beberapa justru menjadi ruang refleksi dan proses kebijaksanaan diri seseorang.
Al-Qur’an menyebut kata musibah sebanyak 77 kali dengan menggunakan penyebutan yang berbeda. Terkadang Al-Quran menyebut musibah menggunakan kata adzab, Bala’, Fitnah dan Iqab. Hal tersebut tergantung konteks yang melatar belakangi turunnya ayat yang juga menjadikan makna musibah menjadi berbeda-beda.
Pertama, musibah bermakna adzab. Yakni sebagai balasan dari suatu perbuatan jelek. Dalam Al-Quran juga demikian, beberapa ayat menyebut musibah menggunakan kata adzab yang diperuntukkan kepada mereka yang melanggar perintah Allah. Sebagaimana yang disebut dalam Al-Quran surah As Saba’ ayat 5
وَٱلَّذِينَ سَعَوْ فِىٓ ءَايَٰتِنَا مُعَٰجِزِينَ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مِّن رِّجْزٍ أَلِيمٌ
Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka itu memperoleh azab, yaitu (jenis) azab yang pedih. (Q.S As Saba’:5)
Meski demikian, Rahmat dan kasih sayang Allah tetaplah begitu luas bahkan tetap tercurah pada orang-orang yang menerima adzab. Sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk berputus asa dari Rahmat-Nya.
Sebagaimana dijelaskan dalam Syarh Al-‘Aqidah At-Tahawiyyah bahwa setiap hamba wajib takut akan adzab Tuhannya, sekaligus berharap akan rahmat-Nya. Karena pada dasarnya, takut dan berharap bagaikan dua sayap bagi hamba, yang membimbingnya dalam perjalanan menuju Allah Swt.
Kedua, musibah bermakna bala’. Dalam ayat lain musibah disebut menggunakan kata bala’ yang dalam arti bahasa bermakna cobaan. Dalam Al-Quran cobaan banyak disebut untuk menguji keimanan manusia. Seperti yang dalam surah Al-Mulk ayat 2:
اۨلَّذِىۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَالۡحَيٰوةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ اَيُّكُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَهُوَ الۡعَزِيۡزُ الۡغَفُوۡرُۙ
Dialah Allah yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun. (Q.S Al-Mulk :2)
Hal ini berarti, musibah dengan makna bala’ atau cobaan ini menjadi salah satu media bagi seseorang untuk refleksi guna meningkatkan kesalihan diri.
Ketiga, musibah bermakna fitnah. Dalam Al-Quran, fitnah sebagai makna musibah berbeda dengan arti fitnah dari segi bahasa yang berarti berkata bohong atas orang lain. Fitnah disini tidak jauh berbeda dengan arti bala yang bermakna cobaan.
Cobaan yang termasuk fitnah tidak selalu tentang keburukan, bahkan bisa dengan kebaikan, kebahagiaan ataupun nikmat. Sebagaimana yang disebut dalam surah at-Taghabun ayat 15:
اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar (Q.S.At Taghabun :15)
Yakni harta ataupun anak yang dirasa manusia adalah kebahagiaan hakikatnya adalah cobaan bagi mereka. Sehingga hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk mengelola harta dengan baik dan membimbing anak pada jalan yang baik.
Keempat, musibah bermakna Iqab yang mana hal ini merujuk pada hukuman. Makna iqab hampir sama seperti adzab yang bermakna siksa. Prof Quraish sihab membedakan antara adzab (siksa) dan iqab (hukuman) bahwa adzab bisa terjadi setelah melakukan kesalahan dan belum mencakup iqab (hukuman kelak di akhirat). Seperti dalam surah Ali Imran :11 yang mana Allah menyegerakan adzab atas perbuatan Fir’aun di dunia dan di akhirat Allah masih mempunyai hukuman bagi mereka.
كَدَأْبِ ءَالِ فِرْعَوْنَ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۚ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا فَأَخَذَهُمُ ٱللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ ۗ وَٱللَّهُ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
“(keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Ali Imran: 11)
Meski demikian, Allah juga akan memberikan pahala yang besar bagi setiap orang yang sabar dalam menghadapi setiap musibah yang Allah berikan. Baik musibah dalam bentuk adzab, fitnah dan iqab. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an
وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ (155) اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ (156) اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ (157
“Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (156) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali). (157) Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Oleh karena itu, hendaklah kita menyadari bahwa pada hakikatnya, musibah yang diberikan Allah kepada hambanya bukanlah sebuah kebencian namun merupakan bentuk kasih sayang yang harus dihadapi dengan hati yang lapang, sabar dan penuh penerimaan. Seperti yang disebutkan dalam hadis.
عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Oleh karena itu, barangsiapa ridha (menerima cobaan tersebut) maka baginya keridhaan, dan barangsiapa murka maka baginya kemurkaan.”
Baca juga: Kesunnahan Membaca Qunut Nazilah ketika Dilanda Musibah
