Ada 7 kunci sukses mengelola lembaga pendidikan pesantren yang bisa dilakukan oleh insan pendidikan Islam.
Menurut pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Jawa Tengah Dr Jamal Ma’mur Asmani menjelaskan tujuh kunci kesuksesan dalam mengelola pendidikan pesantren.
Hal ini diungkapkannya setelah melakukan kunjungan ke Pesantren Al-Aqobah Jombang dan diskusi mendalam dengan KH A Junaidi Hidayat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah.
“Ada tujuh kiat sukses yang dijalankan KH Junaidi Hidayat dalam memahami dan mengelola lembaga pendidikan. Prestasi demi prestasi tidak lepas dari 7 kiat sukses tersebut,” jelasnya, Rabu (1/6/2022).
Menurutnya, 7 kunci sukses mengelola lembaga tersebut menjadi paradigma baru dalam dunia pendidikan. Maka wajar jika KH Junaidi Hidayat tampil sebagai sosok inovator pendidikan pesantren yang layak diteladani.
Baca Juga: Sukses di Masa Depan
Kesuksesan yang diraih KH Junaidi Hidayat tidak datang tiba-tiba. Kegigihan, keberanian melangkah, optimisme, dan kepercayaan diri yang tinggi menjadi kunci dalam menghadapi berbagai rintangan yang menghadang sehingga mampu berprestasi tinggi seperti sekarang.
Setelah kurang lebih 19 tahun, perkembangan pondok ini sangat cepat. Sekarang sudah ada Al-Aqobah 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
Inovasi terbaru adalah Aqobah International School (AIS) yang menggunakan dua bahasa internasional (arab-inggris) sebagai bahasa pengantar, termasuk dalam memberikan makna pada kitab kuning.
“Kiat sukses pertama dari 7 kunci sukses, berorientasi pengembangan potensi anak didik,”imbuhnya.
Menurutnya, pendidikan yang dikembangkan pondok Al-Aqobah adalah mengembangkan potensi setiap anak. Setiap anak adalah genius. Potensi setiap anak sangat unik, sehingga harus digali dan dimunculkan agar tampak ke permukaan dan dikembangkan untuk kepentingan individu, keluarga dan masyarakat luas.
Tidak ada anak yang bodoh. Tidak boleh menganggap anak bodoh dan ketinggalan zaman. Anak adalah anugerah terbesar Allah kepada orangtua, masyarakat, dan bangsa. Tugas lembaga pendidikan adalah menggali dan mengembangkan potensi-bakat spesifik setiap anak.
“Anak harus menikmati pendidikan secara nyaman sehingga bisa memunculkan dan mengembangkan potensi terbesarnya,” kata dosen Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati.
Kiat kedua, pendidikan berorientasi pada substansi, bukan formalitas. Dalam menjalankan pendidikan lebih menekankan-memprioritaskan substansi lembaga pendidikan dalam mengembangkan ilmu, meningkatkan life skills dan pemantapan aspek moralitas-spritualitas.
Aturan pemerintah diikuti dalam standar minimal. Selebihnya adalah fokus pada realisasi substansi pendidikan yang ingin menghantarkan kesuksesan anak didik.
Salah satu contoh dalam hal ini adalah moving class (berpindah-pindah kelas) sesuai dengan bidang studi yang dikaji, belajar tidak hanya di kelas, tapi bisa di ruang terbuka, di gazebo-gazebo, dan lain-lain.
Hal ini membuat anak fresh, tidak jenuh, kreativitas muncul dan berkembang, dan imajinasi meningkat tajam.
Kiat ketiga, menggabungkan berbagai inovasi metode pembelajaran. Pengelola mampu melakukan sintesa dari berbagai metode pembelajaran yang terbukti interesting dan efektif.
Di Pondok Al-Aqobah ada metode Amtsilati Jepara yang digagas KH Taufiqul Hakim. Juga ada metode penguasaan bahasa arab-inggris ala Pesantren Gontor.
Berbagai metode pembelajaran yang terbukti efektif ini digabung sehingga menghasilkan prestasi demi prestasi yang menakjubkan.
Pengelola pendidikan harus aktif mengamati, menyerap, dan memahami metode-metode pendidikan yang muncul sehingga bisa diadaptasi dan dikombinasi secara sinergis dengan berbagai metode yang ada.
“Kiat keempat, selalu berkonsultasi dengan pakar pendidikan. Salah satu yang dilakukan dalam mengelola pendidikan adalah selalu belajar, berdiskusi, dan bertanya kepada pakar-ahlinya. Kreativitas dan inovasi selalu berpijak kepada ilmu,” tegasnya.
Dr Jamal menambahkan, kiat kelima, mengedepankan profesionalitas. Profesionalitas menjadi core value yang menjadi ruh organisasi.
Profesionalitas manajemen, guru, tenaga pendidikan, anak didik, orangtua santri, dan lain-lain diprioritaskan.
Jika profesionalitas tidak diprioritaskan, maka lembaga pendidikan akan menghadapi problem yang menghambat idealisme dalam arti mengantar kesuksesan anak didik sesuai potensi terbesarnya.
Lihat Juga: Membedah Mata Hati
Kiat keenam, menuju pendidikan yang mandiri. Lembaga pendidikan modern pada saatnya harus meniru Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Ploso Kediri, Kajen Pati, dan Sarang Rembang yang bisa secara mandiri merancang kurikulumnya yang terbukti menghasilkan outputs (mutakharrijin-mutakharrijat) yang bermanfaat di tengah masyarakat dengan kualitas tinggi.
Spirit kemandirian kurikulum ala pondok salaf ini harus terus terpatri dalam diri praktisi pendidikan di Indonesia supaya mampu menghasilkan kader-kader handal masa depan yang mampu membangun bangsa di berbagai aspek kehidupan.
Kiat ketujuh, berani berpikir di luar kotak. Jika cara berpikirnya sesuai arus umum, maka hasilnya juga seperti yang biasa dilihat, biasa-biasa saja, tanpa ada lompatan signifikan.
“Selalu mencari cara baru, metode baru, dan inovasi baru yang mendinamisir potensi anak didik sampai ke level tertinggi yang bisa dilakukan adalah ruh yang menjadi pondasi lemnaga yang tertanam kuat,” tandas Dr Jamal